BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
persediaan barang
merupakan suatu masalah yang sering dihadapi oleh suatu perusahaan, dimana
sejumlah barang diharapkan dapat diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat,
dengan ongkos yang murah. Persediaan barang diperlukan karena dalam pengadaan
barang dibutuhkan sejumlah waktu untuk proses pemesanan barang tersebut.
Sehingga dengan adanya permintaan dalam suatu perusahaan, maka permintaan suatu
barang yang datang diharapkan dapat dipenuhi dengan segera pada saat adanya
permintaan barang yang dilakukan konsumen.
Adanya investasi dalam inventory
yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga,
memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar
kemungkinan kerugian karena kerusakan turunnya kualitas, keusangan, sehingga
semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahaan.
2. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Investasi ?
2. Apa
yang dimaksud Persediaan Barang ?
3. Biaya
persediaan barang ?
3. Tujuan
1.
Untuk memahami yang dimaksud dengan
investasi
2.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan persediaan barang
3.
Untuk mengetahui biaya yang ada dalam
persediaan barang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian investasi
Investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal
barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi).
Persediaan (Inventory) mrpk elemen utama dari Modal Kerja karena
:
1.
Jml persediaan paling
besar dj dibanding dg Modal Kerja lainnya
2. Aktiva yg selalu
dlm
keadaan
berputar, di mana
secara terus menerus mengalami perubahan
3.
Tingkat likuiditasnya paling
rendah
Penetapan persediaan harus tepat,
krn
resiko/kesalahan dlm
penetapan persediaan akan berakibat langsung
bagi perolehan laba,
sebab:
1. Jika persediaan terlalu tinggi, maka biaya penyimpanan juga tinggi
Jika Investasi dibiayai
Modal Asing → biaya bunga
Jika Investasi dibiayai
Modal Sendiri → Opportunity cost
2. Jika persediaan terlalu kecil, maka proses produksi akan terganggu →
penjualan turun, akibatnya:
Perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen
Turunnya market share
Turunnya laba
2.2 Pengertian persediaan barang
Persediaan barang sebagai elemen
utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar
dimana secara terus menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam
inventory merupakan masalah pembelanjaan aktif, seperti halnya investasi dalam
aktiva-aktiva lainnya. Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi modal
dalam inventory mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan.
Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory akan menekan
keuntungan perusahaan. Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar
dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya
penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena
kerusakan turunnya kualitas, keusangan, sehingga semuanya ini akan memperkecil
keuntungan perusahaan.
Demikian pula sebaliknya, adanya
investasi yang terlalu kecil dalam inventory akan mempunyai efek yang menekan
keuntungan juga, karena kekurangan material, perusahaan tidak dapat bekerja
dengan luas produksi yang optimal. Oleh karena perusahaan tidak bekerja dengan
full capacity, berarti bahwa “capital assets” dan “direct labor” tidak hanya
didayagunakan dengan sepenuhnya, sehingga hal ini akan mempertinggi biaya
produksi rata-ratanya, yang pada akhirnya akan menekan keuntungan yang
diperoleh.
Dalam perusahaan perdagangan pada
dasarnya hanya ada satu golongan mentory, yang mempunyai sifat perputaran yang
sama yaitu yang disebut merchandise inventory” (Persediaan barang dagangan).
Inventory ini merupakan persediaan barang yang selalu dalam perputaran yang
selalu dibeli dan dijual yang tidak mengalami proses lebih lanjut di dalam
perusahaan tersebut yang mengakibatkan perubahan bentuk dari barang yang
bersangkutan.
2.2.1
Perputaran
perssediaan
Tingkat
perputaran barang perniagaan (Merchandise Turnover)
Dalam suatu periode tertentu dapat
diketahui dengan cara sebagai berikut :
Net Sales
Merchandise
Turnover =
Average Merchandise Inventory at Sales Price
Cost of Goods Sold
Atau =
Average
Merchandise Inventory at Cost
Dengan
mengetahui “turnover” nya dapat ditentukan pula “hari rata-rata penjualannya”
atau ”hari rata-rata barang simpanan di gudang”, yaitu dengan membagi hari
dalam satu tahun dengan persediaan rata-rata.
Untuk
perhitungan yang teliti sering digunakan perhitungan 1 tahun = 365 hari. Tetapi
banyak juga yang hanya memperhitungkan hari kerjanya, dan ditentukan 1 tahun =
300 hari kerja. Untuk pembicaraan selanjutnya di
sini akan digunakan perhitungan 1 tahun 360 hari.
Dalam
perusahaan produksi (pabrik) pada umumnya diadakan penggolongan dalam 3
golongan inventory utama yaitu :
1) Persediaan
bahan mentah (raw material inventory)
2) Persediaan
barang dalam proses/barang setengah jadi (work in process/goods in process
inventory)
3) Persediaan
barang jadi (finished goods inventory)
Masing-masing golongan inventory tersebut dapat
dihitung turnovernya dengan rumusan sebagai berikut :
Cost raw material used
1) Raw
material turnover =
Average raw material inventory
Cost of material used (biaya bahan mentah yang
dimasukkan dalam proses produksi/digunakan) dapat diketahui dengan cara sebagai
berikut :
“Persediaan
bahan mentah permulaan tahun ditambah dengan jumlah bahan mentah yang dibeli
selama setahun setelah dikurangi dengan “return & allowance” kemudian
dikurangi dengan persediaan bahan mnetah akhir tahun”
2)
Goods in
process/Work in process turnover
Cost of goods manufactured
Average work in process inventory
Cost of goods manufavtured dapat diketahui dengan cara
sebagai berikut :
”Persediaan work
in process (W.I.P) pada permulaan tahun ditambah dengan “cost of raw materials
used”, “direct labor”, dan “manufacturing overhead”, kemudian dikurangi dengan
persediaan W.I.P akhir tahun”.
Cost of goods sold
3) Finished goods turnover =
Average
finished goods inventory
Cost of goods sold (dalam manufacturing companies)
dapat diketahui dengan cara sebagai berikut :
“Persediaan
finished goods pada permulaan tahun ditambah dengan cost of goods manufactured,
kemudian dikurangi dengan persediaan finished goods pada akhir tahun”.
Disamping keuntungan tersebut masih ada pula
keuntungan lainnya antara lain dalam bentuk makin kecilnya biaya-biaya
penyimpanan di gudang, makin kecilnya kemungkinan kerugian karena kerusakan
keusangan turunnya harga dan makin kecilnya biaya asuransi.
2.2.2
Perssediaan
bahan mentah dan barang jadi
Untuk melangsungkan usahanya dengan
lancer maka kebanyakan perusahaan merasakan perlunya mempunyai persediaan bahan
mentah. Besar kecilnya persediaan bahan menah yang dimiliki oleh perusahaan
ditentukan oleh berbagai factor, antara lain :
1.
Volume yang
dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan
persediaan yang akan menghambat atau mengganggu jalannya proses produksi
2.
Volume
produksi yang direncanakan di mana volume produksi yang direncanakan itu
sendiri sangat tergantung kepada volume sales yang direncanakan
3.
Besarnya
pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian
yang minimal
4.
Estimasi
tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan di waktu-waktu yang akan
dating
5.
Peraturan-peraturan
pemerintah yang menyangkut persediaan material
6.
Harga
pembelian bahan mentah
7. Biaya penyimpanan dan risiko penyimpanan di gudang
8. Tingkat kecepatan material menjadinya rusak atau turun kualitasnya
Dalam pada itu banyak perusahaan merasakan perlunya untuk mempunyai
”persediaan minimal” dari bahan mentah yang harus dipertahankan untuk menjamin
koninuitas usahanya dan persediaan tersebut ialah apa yang disebut persediaan besi/persediaan inti/persediaan
minimal bahan mentah (safety stock). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
besar-kecilnya safety stock suatu perusahaan adalah sebagai berikut :
1)
Risiko Kehabisan Persediaan
Besar kecilnya risiko kehabisan persediaan tergantung kepada :
a. Kehabisan para leveransir menyerahkan barangnya kepada kita, apakah mereka
bisa menyerahkan barangnya sesuai dengaan skedul yang telah kita tentukan atau tidak.
Apabila mereka biasa menyerahkan barangnya sesuai dengan skedul yang telah
ditentukan sebelumnya, berarti risiko kehabisan persediaan adalah kecil, yang
ini berarti bahwa kita tidak perlu mempunyai safety stock yang besar.
Sebaliknya apabila leveransir sering tidak menetapi janjinya, berarti risiko
kehabisan persediaan adalah besar, maka dirasakan perlunya untuk mempunyai
safety stock yang besar.
b. Besar kecilnya jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat. Kalah jumlah
bahan mentah yang dibeli setiap saat besar berarti bahwa persediaan rata-rata
di atas safety stock selama suatu priode tertentu adalah besar, maka risiko
kehabisan persediaan adalah kecil, sehingga kita tidak perlu mempertahankan
safety stock yang besar.
c. Dapat diduga atau tidaknya dengan tepat kebutuhan bahan mentah, untuk
produksi. Apabila untuk menghasilkan barang jadi tertentu dapat ditentukan
dengan mudah besarnya kebutuhan bahan mentahnya dengan tepat. Maka risiko
kehabisan persediaan adalah kecil. Tetapi apabila besarnya bahan mentah tidak
mudah ditetapkan atau selalu berubah-ubah untuk menghasilkan sejumlah tertentu
barang jadi (bahan mentah yang tidak dengan standar), maka risiko kehabisan
persediaan di sini adalah besar, sehingga perlulah kita mempunyai safety stock
yang besar.
2.2.3
Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang di satu pihak dengan
biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan sebagai akibat dari kehabisan
persediaan di lain pihak
Yang merupakan biaya ekstra yang harus dikeluarkan apabila kehabisan
persediaan antara laina dalah pesanan pembelian darurat, biaya ekstra yang
diperlukan kita, kemungkinan kerugian karena adanya stagnasi produksi dan
lain-lain.
Apabila ternyata biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena kehabisan
persediaan lebih mahal daripada biaya penyimpanannya, maka perlu adanya safety
stock yang sebaik-baiknya ialah pada tingkat di mana tambahan biaya penyimpanan
adalah sama besarnya dengan biaya ekstra karena kehabisan persediaan.
Perusahaan di samping mempertahankan persediaan minimal bahan mentah, bagi
perusahaan tertentu juga perlu mempertahankan adanya persediaan minimal barang
jadi untuk menghadapi pesanan-pesanan ekstra di atas pesanan normal. Besarnya persediaan
minimal atau safety stock barang jadi ini tidak sama esensinya bagi setiap
perusahaan. Seperti halnya pada uraian tentang persediaan minimal bahan mentah
maka disini pun kita harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya persediaan minimal barang jadi yang harus dipertahankan oleh
suatu perusahaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
persediaan minimal barang jadi terutama adalah sebagai berikut :
1.
Sifat penyesuaian skedul produksi dengan pesanan ekstra
Adakalanya suatu perusahaan sering mendapatkan pesanan ekstra di atas
volume pesanan normal. Selama perusahaan tersebut dapat dengan mudah
menyesuaikan skedul produksinya dengan pesanan-pesanan eksra tersebut tanpa
mengakibatkan adanya tambahan biaya ekstra, maka perusahaan ini tidak begitu
memerlukan adanya persediaan yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan tersebut
tidak dapat segera menyesuaikan skedul produksinya dengan pesanan ekstra. Maka
dirasakan perlu baginya untuk mempertahankan persediaan barang jadi yang
relatif besar dibandingkan dengan perusahaan lain yang dapat dengan mudah
menyesuikan skedul produksinya.
2.
Sifat Persaingan Industri
Apabila suatu perusahaan termasuk dalam industri dimana penyerahan pesanan
yang dapat merupakan bentuk persaingan umumnya, maka bagi jenis perusahaan ini
perlu mempertahankan adanya persediaan barang jadi yang relatif lebih besar
dalam hubungannya dengan salesnya dibandingkan dengan perusahaan lain dimana
bentuk persaingan utamanya terletak pada harga atau kualitas.
3.
Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang (Carrying Cost) dengan biaya
karena kehabisan persediaan (Stockout Cost)
Biaya karena
kehabisan persediaan atau stockout cost mungkin dalam bentuknya biaya ekstra
produksi. Kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan karena tidak dapat
memenuhi pesanan. Apabila inventory carrying cost_nya lebih kecil daripada
stockout costnya perusahaan dapat mempertahankan persediaan barang jadi yang
lebih besar. Jumlah invenstasi dalam persediaan minimal barang jadi yang
sebaiknya ialah pada tingkat dimana tambahan carrying cost sama besar dengan
tambahan stockout cost.
2.3
Biaya dalam
persediaan
2.3.1
Biaya
Inventory
Biaya inventory sebagian merupakan
biaya variable an sebagian lainnya merupakan biaya tetap. Biaya inventory yang
bersifat variable adalah biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan jumlah
inventory yang ada didalam gudang. Biaya tersebut akan naik kalau kita
mneingkatkan jumlah persediaan yang disimpan. Adapun jenis biata ini antara
lain dalam bentuknya biaya modal yang ditanamkan dalam persediaan tersebut,
biaya asuransi persediaan, biaya atau upah buruh yang mengurusi penerimaan
barang. Adapun biaya inventory yang bersifat tetap adalah elemen-elemen biaya
inventory yang relative tetap jumlah totalitasnya dalam jangka pendek dengan
tidak memandang adanya variasi yang normal dan jumlah persediaan yang disimpan,
misalnya depreasiasi/penyusutan ruangan yang digunakan biaya pemeliharaan
gudang, pajak, pemanasa, buruh penjaga gudang. Dengan demikian maka biaya inventory merupakan pencampuran dari biaya
variable dan biaya tetap.
Untuk tujuan perencanaan penentuan besarnya inventory yang akan
dipertahankan oleh perusahaan kita hanya
memperhatikan yang variabel saja dari biaya-biaya inventory tersebut yang
secara langsung akan terpengaruh oleh rencana tersebut.
2.3.2
Economical
Order Quantity
Economical order quantity (EOQ)
adalah jumlah kuanitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal,
atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Dalam menentukan
besarnya jumlah pembelian yang optimal ini kita hanya memperhatikan biaya
variabel dari penyediaan persediaan tersebut, baik biaya variabel yang sifat
perubahannya searah dengan perubahan jumlah persediaan yang dibeli/disimpan
maupun biaya variabel yang sifat perubahannya berlawanan dengan perubahan
jumlah inventory tersebut. Biaya variabel dari inventory pada prinsipnya dapat
digolongkan dalam :
1. Biaya-biaya
yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan, yang kini sering dinamakan
”procurrement cost” atau ”set-up cost”
2. Biaya-biaya
yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya ”average inventory” yang ini sering
disebu ”Storage” atau ”carrying cost”.
”Procurement”
atau ”Set-up Cost”.
Procurement cost adalah biaya-biaya
yang berubah-ubah sesuai dengan “frekuensi pesanan” yang ini terdiri dari :
1.
Biaya selama
proses persiapan
a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan
b. Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan
2. Biaya pengiriman pesanan
3. Biaya penerimaan barang yang dipesan
a. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang
b. Pemeriksaan material yang diterima
c.
Mempersiapkan
laporan penerimaan
d.
Mencatat
kedalam ”material record cards”.
4.
Biaya-biaya
processing pembayaran
a. Auditing dan pembandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang
asli
b. Persiapan pembuatan chque untuk pembayaran
c. Pengiriman cheque dan kemudian auditingnya
”set-up Cost” akan makin besar
apabila ”order quantity” makin kecil.
“Storage”
atau “Carrying Cost”
Carrying cost adalah biaya yang
berubah-ubah sesuai dengan besarnya inventory. Penentuan besarnya carrying cost
didasarkan pada “average inventory” dan biaya ini dinyatakan dalam persentase
dari nilai dalam upah dari average inventory. Biaya-biaya yang termasuk dalam
carrying cost adalah :
1.
Biaya
penggunaan/sewa ruangan gudang
2.
Biaya
pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusak
3.
Biaya untuk
menghitung/menimbang barang yang dibeli
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Persediaan barang sebagai elemen
utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar
dimana secara terus menerus mengalami perubahan. Masalah penentuan besarnya
investasi atau alokasi modal dalam inventory mempunyai efek yang langsung
terhadap keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi
dalam inventory akan menekan keuntungan perusahaan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. Bambang Riyanto, 2010, Dasar dasar Pembelanjaan Perusahaan, BPFE,
Yogyakarta.
Senin,
16 November 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar